Pada tulisan dulu-dulu telah
diterangkan bahwa sholat ialah persambungan antara manusia dengan Alloh Ta’ala.
Dan jalan untuk bisa sambung (shilla) kepada Alloh Ta’ala adalah melalui taqwa.
Oleh karena TAQWA itu itu menurut Nabi Muhammad “disini” ( ههنا )
sambil menunjuk ke arah hati, maka kiblatnya ruhani adalah ke hati atau “ke
dalam” (bukan keluar). Karena yang kita sembah itu memang lebih dekat dari pada
urat leher.
WANAHNU
AQROBU ILAIHI MIN HABLIL WARIID
(Qof / 16).
“Dan kami (Alloh) lebih dekat kepada manusia dari pada urat lehernya sendiri”.
“Dan kami (Alloh) lebih dekat kepada manusia dari pada urat lehernya sendiri”.
WAIDZAA
SA-ALAKA ‘IBAADII ‘ANNII FA INNII QORIIB (Al-Baqoroh / 186).
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentangKu, maka sesungguhnya Aku itu dekat”.
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentangKu, maka sesungguhnya Aku itu dekat”.
Menurut 2 ayat diatas, yang kita
sembah, yang kita sujudi, yang disebut Alloh adalah lebih dekat dari pada urat
leher. Oleh karena yang kita sembah itu lebih dekat dari pada otot leher kita,
maka semestinya akal fikir, perasaan semuanya dipusatkan masuk kedalam atau ke
hati, bukan ngeluyur keluar. Seandainya sampai ngeluyur supaya cepat-cepat
ditarik kembali kedalam.
QOOLA
ROSUULULLOOHI SHOLLALLOOHU ‘ALAIHI WASALLAM :
MAL TAFATA ‘ABDUN QOTTHU FII SHOLAATIHI ILLAA QOOLA LAHU ROBBUHU AINA TALTAFITU YAA ABNA AADAMA ANAA KHOIRUN LAKA MIMMAA TALTAFITU ILAIHI.
MAL TAFATA ‘ABDUN QOTTHU FII SHOLAATIHI ILLAA QOOLA LAHU ROBBUHU AINA TALTAFITU YAA ABNA AADAMA ANAA KHOIRUN LAKA MIMMAA TALTAFITU ILAIHI.
Bersabda
Rosululloh SAW : ”Tidak berpaling sama sekali seorang hamba di dalam sholatnya
kecuali Alloh berfirman : “Kamu itu berpaling kemana (hatimu itu tengok
kemana?). Hai Ibnu Adam, Aku itu lebih baik bagimu dari pada barang yang kamu
tengok”.
Menurut hadits diatas, Alloh menegur
kepada orang yang di dalam sholatnya suka lupa kepada Alloh dengan kalimat :
Aku (Alloh) itu lebih Mulya, Aku itu lebih luhur, tapi kenapa kamu berpaling
kepada selainKu?.
Ada yang begitu mulai sholat “Allohu
Akbar”, fikirannya langsung ingat toko : “Lho aku tadi kan belum menutup pintu
toko” dst. Maka Alloh berfirman : “Aku itu lebih Mulya dari pintunya tokomu,
tapi mengapa kamu berpaling kepada pintunya toko?. Apakah ada yang lebih Mulya
selain Aku, sehingga kamu menoleh kepada yang lain?.
Kemudian hadits yang lain
menyebutkan :
QOOLA
ROSUULULLOOHI SHOLLALLOOHU ‘ALAIHI WASALLAM : MAN QOOMA FIS SHOLAATI FALTAFATA
RODDALLOHU ‘ALAIHI SHOLAATUHU
(‘An Abii Dardaa’) Rowaahut Thobrooni.
Bersabda
Rosululloh SAW : “Barang siapa yang berdiri di dalam sholat tapi hatinya
menoleh / berpaling pada yang lain, maka Alloh menolat sholatnya
Jadi orang yang hatinya berpaling
dari Alloh ketika sholat, maka Alloh menolak sholatnya. Karena itu kita harus
berusaha sungguh-sungguh menurut kemampuan, bila konsentrasinya buyar maka
cepat-cepat ‘dikembalikan’. Tapi kalua menurut ahli feqih ; ingat pada Alloh
itu hanya cukup diwaktu takbirotul ihrom saja, setelah itu boleh tidak ingat.
Oleh karena sholat yang tidak
khusyu’ itu bahayanya besar, yaitu tertolak sholatnya, maka kanjeng Nabi sampai
berdoa :
ALLOOHUMMA
INNII A’UUDZU BIKA MIN ‘ILMIN LAA YANFA’ WAQOLBIN LAA YAKHSYA’.
“Yaa
Alloh, sesungguhnya aku mohon perlindungan kepadaMu dari ilmu yang tidak
bermanfaat dan hati yang tidak khusyu’”.
Kalau Nabi berdoa kapada Alloh,
minta dijaga dari hati yang tidak khusyu’ berarti menunjukkan sangat bahayanya
ketidak khusyu’an itu. Dan diantara cara agar bisa khusyu’ adalah dengan
mengetahui kiblatnya sholat, kemudian dengan adanya kalimat :
QOLBIN
LAA YAKHSYA’
Adalah menunjukkan kalau khusyu’ itu
adanya di dalam QOLBUN (hati). Dan khusyu’ itu juga menjadi pokok
keberuntungannya sholat, sebagaimana diterangkan dalam Alqur'an :
QOD
AFLAHAL MU’MINUUN. ALLADZIINA FII SHOLAATIHIM KHOOSYI ‘UUN (Al-Mu’minun / 1-2).
“Sesungguhnya
beruntung orang-orang yang beriman, yaitu mereka yang di dalam sholatnya
khusyu’”.
Di dalam ayat ini, yang disebut
aflahal beruntung adalah orang yang khoosyi’uun / khusyu’. Jadi letak
keberuntungannya pada khusyu’ atau tidaknya. Lalu apakah yang disebut dengan
khusyu’ itu?.
Menurut Al-Qur’an “Khusyu’”
adalah :
MULAAQUU
ROBBIHIM WA ANNAHUM ILAIHI ROOJI’UN (Al-Baqoroh
/ 46).
“Bertemu
Alloh dan kembali kepada Alloh”.
Bunyi lengkapnya ayat :
WASTA
‘IINUU BISSHOBRI WASSHOLAATI WA INNAHAA LAKABIIROTUN ILLAA ‘ALAL KHOOSYI’IIN.
ALLADZIINA YA-DHUNNUUNA ANNAHUMM MULAAQUU ROBBIHIM WA ANNAHUM ILAIHI ROOJI’UUN.
“Dan
mintalah pertolongan dengan shobar dan sholat, sesungguhnya yang demikian itu
sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. Yaitu orang-orang yang
yaqin, sesungguhnya mereka itu bertemu dengan Tuhannya dan sesungguhnya mereka
itu kembali kepadaNya”.
Jadi khusyu’ itu adalah bertemu
dengan Alloh dan kembali pada Alloh. Dengan demikian untuk bertemu dan kembali
kepada Alloh itu tidak perlu menunggu besok diakherat, sekarang juga bisa,
yaitu bila khusyu’ maka sekarang juga bertemu dengan Alloh dan kembali kepada
Alloh. Selanjutnya pada saat wafat “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji’uun”,
tidak perlu menunggu lama-lama langsung bisa liqoo ‘illah.
Dan mereka itulah orang yang
mendapat berkat, rohmat dan petunjuk dari Alloh :
INNAA
LILLAAHI WAINNAA ILAIHI ROOJI’UUN. ULAAIKA ‘ALAIHIM SHOLAWAATU MIN ROBBIHIM
WAROHMATUN WA-ULAA-IKA HUMUL MUHTADUUN (Al-Baqoroh
/ 156-157).
“Sesungguhnya
aku dari Alloh dan sesungguhnya aku kembali kepada Alloh. Mereka itulah yang
mendapat berkat yang sempurna dan rohmat dari Tuhannya, dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Jadi khusyu’ itu adalah liqo’
(bertemu), dan liqo’nya itu di dalm hati, sebab yang disembah itu lebih dekat
dari hatinya sendiri.
Untuk selanjutnya kami tidak bisa
menuliskan disini, dikarenakan ini masuk ranah ilmu khusus.
Semoga bermanfaat !
Oleh : Si Pincang
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !